Yang Terakhir, kenapa?
Sudah 9 bulan, ya, kalau sesuai kelakarku : kalo ibu hamil, udah lahir ini.
Tapi sudahlah, ini bukan tentangku. Ini tentangmu.
Iya, kamu..
Selama ini kamulah yang selalu jadi yang terakhir.
Terakhir mencium tanganku saat aku pamit pulang, setiap malam
Terakhir kali kutemui, setelah seharian aku jenuh dan membutuhkanmu untuk bersandar.
Terakhir kudengarkan anjuranmu, setelah sekian lama aku kokoh pada kekeras kepalaanku.
Seperti melawan doktrin yang selalu membuktikan pertama adalah yang terbaik,
tapi kali ini kaulah yang ada di sisi itu.
Kau terakhir, dan kau terbaik.
Kudengar kali ini kau sedang sakit,
Senang bisa menjadi orang terakhir yang kau jumpai saat kau tertidur ketika ku pijiti.
Begitu pula saat aku telah mendengkur sementara tanganmu tak berhenti memijat.
Kuharap kita bisa menjadi yang terakhir untuk satu sama lain.
Mungkin kali ini kau sedang tertawa geli membaca tulisan ini.
Memang bukan tipemu sepertinya, saling menulis surat atau berkata hal-hal yang sepertinya manis.
Padahal sama saja :)
Entah, aku hanya ingin sedikit berimprovisasi.
Setelah setiap saat kata cinta selalu terucap, kali ini ijinkan aku mengungkapkannya disini.
Dan biarkan ini menjadi catatanku, bahwa kau pernah jadi yang terbaik.
Dan semoga akan terus menjadi yang terbaik, untukku.
Aku tak akan memberitahumu tentang tulisan ini,
tapi suatu saat kau membacanya, kau bisa cium keningku 7 kali.
Agar aku tahu, kau telah membacanya.
Dan kemudian berjanjilah
Berjanji untuk terakhir bersamaku, hingga kita benar-benar berakhir.
Terakhir bersamaku, hingga kita benar-benar berakhir
0 komentar:
Posting Komentar